Nuansa Keindahan Seni Batik Indonesia

1. Mencuci kain batik dengan menggunakan shampo rambut. Sebelumnya, larutkan dulu shampo hingga tak ada lagi bagian yang mengental. Setelah itu baru kain batik dicelupkan. Anda juga bisa menggunakan sabun pencuci khusus untuk kain batik yang dijual di pasaran.


2. Pada saat mencuci batik jangan digosok dan jangan gunakan deterjen. Jika batik Anda tidak terlalu kotor maka Anda bisa mencucinya dengan air hangat. Tapi jika batik Anda terkena noda maka Anda bisa mencucinya cukup dengan sabun mandi saja. Akan tetapi jika nodanya masih membandel maka Anda bisa menghilangkannya dengan kulit jeruk pada bagian yang kotor saja. Janganlah mencuci kain batik dengan menggunakan mesin cuci.

Readmore.
undefined
undefined
Pemesanan Batik Tulis Motif Kuno
Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yag ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih di dominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tamanan lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang, berber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisional dengan ciri kekhususannya sendiri.



II. Ungkapan sebuah Filsafat Hidup.

Dilihat dari segi perkembangan batik di Indonesia berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Mataram dan Kerajaan Majapahit sampai kerajaan sesudahnya. Dalam catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa Kerajaan Mataram, kemudian pada masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta. 

SENI DRAMA

Seni Drama







Seni drama tradisional masyarakat Kutai disebut Mamanda. Istilah mamanda diduga berasal dari istilah pamanda atau paman. Kata tersebut dalam suatu lakon merupakan panggilan raja yang ditujukan kepada menteri, wajir atau mangkubuminya dengan sebutan pamanda menteri, pamanda wajir dan pamanda mangkubumi.


Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pementasan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri.


Seni drama tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan yang populer di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan nasional, pada acara perkawinan, khitanan dan sebagainya.


Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Mamanda dapat disejajarkan dengan seni Kethoprak dan Ludruk di Jawa. Jika jalan cerita yang disajikan dalam Mamanda adalah tentang sebuah kerajaan, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Kethoprak.


Namun jika yang dilakonkan adalah cerita rakyat biasa, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Ludruk. Dalam pementasannya, Mamanda selalu menggunakan dua jenis alat alat musik yakni Gendang dan Biola.


Kesenian ini sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata acara hiburan rakyat. Sedangkan melalui media televisi lokal, kesenian Mamanda ditampilkan seminggu sekali.

SENI TOPENG

Topeng adalah sebuah benda yang biasa dipakai di wajah. Biasanya, topeng digunakan untuk mengiringi musik kesenian daerah. Umumnya, topeng pada kesenian daerah dipakai untuk menghormati sesembahan atau memperjelas watak dalam mengiringi kesenian. Topeng memiliki bermacam-macam bentuk dengan berbagi karakter. Misalnya, topeng yang menggambarkan watak marah, lembut, dan bijaksana.
Topeng telah menjadi salah satu bentuk ungkapan perasaan manusia paling tua yang pernah diciptakan dalam peradaban manusia. Mayoritas masyarakat dunia menganggap topeng memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan yang menyimpan berbagai nilai-nilai magis dan suci. Hal ini terjadi karena topeng  memiliki peran besar sebagaisimbol-simbol khusus dalam berbagai macam upacara dan kegiatan adat yang luhur.
Saat ini, kehidupan manusia modern menempatkan topeng sebagai salah satu bentuk karya seni yang memiliki nilai tinggi. Topeng tidak hanya memiliki keindahan estetis, tetapi memiliki sisi misteri atau magis yang tersimpan pada raut wajah topeng yang mampu memancarkan kekuatan magis yang sulit dijelaskan.
Topeng masuk ke Indonesia sekitar abad ke-17. Secara luas, topeng dipakai dalam seni tari yang menjadi bagian dari upacara adat atau proses penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Topeng dipercaya memiliki hubungan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai gambaran dewa-dewa. Pada beberapa suku di Indonesia, topeng masih menjadi bagian dari berbagai kegiatan seni dan adat sehari-hari.

Topeng Jawa

Cerita klasik Ramayana yang berkembang sejak ratusan tahun lalu menjadi sumber inspirasi utama dalam penciptaan topeng di daerah Jawa. Topeng-topeng di Jawa diciptakan untuk pementasan sendra-tari yang menceritakan kisah-kisah klasik tersebut.
Tokoh cerita klasik Ramayana adalah Rama dan Sinta. Rama adalah seorang suami yang berjuang untuk menyelamatkan istrinya, Sinta, dari tangan Rahwana. Sementara itu, Sinta adalah istri setia yang berjuang melawan godaan Rahwana untuk menjaga kesucian cintanya dengan Rama.

Topeng Bali

Topeng juga menjadi bagian dari seni tradisional Bali. Ya, topeng sudah menjadi bagian dari karya seni tradisional di Bali. Di Bali, topeng lebih dikenal dengan sebutan tapel. Eksistensi topeng dalam masyarakat Bali memiliki hubungan erat dengan upacara keagamaan Hindu karena kesenian melebur dalam agama dan masyarakat.
Topeng sebagai sebuah tradisi yang kental dengan nuansa ritual magis. Biasanya, seni topeng yang ditampilkan di tengah masyarakat adalah seni yang sangat disakralkan. Pengaruh dari topeng yang menggambarkan dewa-dewa dipercaya dapat memberikan anugerah ketenteraman dan keselamatan.

Topeng Dayak

Di Kalimantan, suku Dayak memakai topeng sebagai bagian dari tari hudog yang sering dipentaskan dalam berbagai upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari hudog dilakukan dengan tujuan agar memperoleh kekuatan untuk mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang sangat melimpah.
Topeng yang digunakan dalam tari hudog biasanya berwarna hitam,putih, dan merah. Warna-warna tersebut melambangkan kekuatan alam yang akan membawa air dan melindungi tanaman yang ditanam hingga musim panen tiba.

Tari Topeng

Topeng sudah menjadi bagian penting dari seni tari di Indonesia. Tari topeng merupakan jenis tarian yang memakai topeng sebagai aksesori utamanya. Biasanya, topeng yang dipakai dalam tari topeng berbahankayu. Para penari topeng tidak memperlihatkan wajahnya ketika mementaskan tari topeng. Topeng digunakan dalam tari topeng dengan berbagai ekspresi wajah. Berikut ini macam-macam tari topeng.
  • Tari topeng cirebon.
  • Tari topeng betawi.
  • Tari topeng bali.







    SENI TARI JAWA TENGAH

    Tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”, kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkapan wujud gerak yang luluh.
    Seni tari adalah ungkapan yang disalurkan / diekspresikan melalui gerak-gerak organ tubuh yang ritmis, indah mengandung kesusilaan dan selaras dengan gending sebagai iringannya. Seni tari yang merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak jaman primitif, Hindu sampai masuknya agama Islam dan kemudian berkembang. Bahkan tari tidak dapat dilepaskan dengan kepentingan upacara adat sebagai sarana persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat dari kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit khususnya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
    Surakarta merupakan pusat seni tari. Sumber utamanya terdapat di Keraton Surakarta dan di Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat inilah kemudian meluas ke daerah Surakarta seluruhnya dan akhirnya meluas lagi hingga meliputi daerah Jawa Tengah, terus sampai jauh di luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu sudah ada sejak berdirinya Kraton Surakarta dan telah mempunyai ahli-ahli yang dapat dipertanggungjawabkan. Tokoh-tokoh tersebut umumnya masih keluarga Sri Susuhunan atau kerabat kraton yang berkedudukan. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu kemudian terkenal dengan Tari Gaya Surakarta. Macam-macam tariannya :

    Srimpi, Bedaya, Gambyong, Wireng, Prawirayuda, Wayang-Purwa Mahabarata-Ramayana. Yang khusus di Mangkunegaran disebut Tari Langendriyan, yang mengambil ceritera Damarwulan.

    Dalam perkembangannya timbullah tari kreasi baru yang mendapat tempat dalam dunia tari gaya Surakarta. Selain tari yang bertaraf kraton (Hofdans), yang termasuk seni tari bermutu tinggi, di daerah Jawa Tengah terdapat pula bermacam-macam tari daerah setempat. Tari semacam itu termasuk jenis kesenian tradisional, seperti :
    -- Dadung Ngawuk, Kuda Kepang, Incling, Dolalak, Tayuban, Jelantur, Ebeg,
    Ketek Ogleng, Barongan, Sintren, Lengger, dll.

    Pedoman tari tradisional itu sebagian besar mengutamakan gerak yang ritmis dan tempo yang tetap sehingga ketentuan-ketentuan geraknya tidaklah begitu ditentukan sekali. Jadi lebih bebas, lebih perseorangan.

    Dalam seni tari dapat dibedakan menjadi klasik, tradisional dan garapan baru. Beberapa jenis tari yang ada antara lain :

    1. Tari Klasik

    -- Tari Bedhaya :
    Budaya Islam ikut mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya sampai pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton Kasunanan Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut :



    a. Endhel Pojok
    b. Batak
    c. Gulu
    d. Dhada
    e. Buncit
    f. Endhel Apit Ngajeng
    g. Endhel Apit Wuri
    h. Endhel Weton Ngajeng
    i. Endhel Weton Wuri






    Berbagai jenis tari Bedhaya yang belum mengalami perubahan :
    -- Bedhaya Ketawang lama tarian 130 menit
    -- Bedhaya Pangkur lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Duradasih lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Mangunkarya lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Sinom lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Endhol-endhol lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Gandrungmanis lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Kabor lama tarian 60 menit
    -- Bedhaya Tejanata lama tarian 60 menit

    Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya Bedhaya Ketawang yang jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan pada upacara keperluan jahat di lingkungan Istana. Di samping itu ada juga Bedhaya-bedhaya yang mempunyai tema kepahlawanan dan bersifat monumental.

    Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.

    Contoh Bedhaya garapan baru :
    -- Bedhaya La la lama tarian 15 menit
    -- Bedhaya To lu lama tarian 12 menit
    -- Bedhaya Alok lama tarian 15 menit
    dll.


    -- Tari Srimpi
    Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi hasil garapan baru :
    Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit
    Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit
    dll.
    Beberapa contoh tari klasik yang tumbuh dari Bedhaya dan Srimpi :
    a. Beksan Gambyong : berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik, akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah menjadi tari Gambyong.

    Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam upacara peringatan hari besar dan perkawinan. Adapun ciri-ciri Tari ini :
    -- Jumlah penari seorang putri atau lebih
    -- Memakai jarit wiron
    -- Tanpa baju melainkan memakai kemben atau bangkin
    -- Tanpa jamang melainkan memakai sanggul/gelung
    -- Dalam menari boleh dengan sindenan (menyanyi) atau tidak.

    b. Beksan Wireng : berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang. Ciri-ciri tarian ini :
    -- Ditarikan oleh dua orang putra/i
    -- Bentuk tariannya sama
    -- Tidak mengambil suatu cerita
    -- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
    -- Bentuk pakaiannya sama
    -- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending
    sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
    -- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian
    diteruskan gendhing ketawang
    -- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.

    c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.

    Ciri-cirinya :
    -- Tari boleh sama, boleh tidak
    -- Menggunakan ontowacono (dialog)
    -- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
    -- Ada yang kalah/menang atau mati
    -- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
    -- Memetik dari suatu cerita lakon.
    Contoh dari Pethilan :
    -- Bambangan Cakil
    -- Hanila
    -- Prahasta, dll.

    d. Tari Golek : Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910. Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya :
    -- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
    -- Golek Montro iringan Gendhing Montro
    -- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.

    e. Tari Bondan : Tari ini dibagi menjadi :
    -- Bondan Cindogo
    -- Bondan Mardisiwi
    -- Bondan Pegunungan/Tani.
    Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo. Ciri pakaiannya :
    -- Memakai kain Wiron
    -- Memakai Jamang
    -- Memakai baju kotang
    -- Menggendong boneka, memanggul payung
    -- Membawa kendhi (dahulu), sekarang jarang.
    Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing-gendhing lengkap. Ciri pakaiannya :
    -- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
    dan membawa alat pertanian.
    -- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka klat bahu, sumping, sampur, dll sebelum dipakai dimasukkan tenggok.
    Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.

    f. Tari Topeng :
    Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari, Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu memakai ikat kepala dengan topeng yang diikat pada kepala.


    2. Tari Tradisional

    Selain tari-tari klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh kesenian tradisional :
    a. Tari Dolalak, di Purworejo.
    Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.

    b. Patolan (Prisenan), di Rembang.
    Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara kecamatan Pandagan, Kragan, Bulu sampai ke Tuban, Jawa Timur.
    c. Blora.
    Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang Krucil(sejenis wayang kulit terbuat dari kayu).
    d. Pekalongan
    Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug, terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama setelah panen.
    e. Obeg dan Begalan.
    Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang (dukun) yang dapat membuat pemain dalam keadaan tidak sadar.
    Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas. Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap, Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas Banyumas antara lain Calung, Begalan dan Dalang Jemblung.
    f. Calung dari Banyumas
    Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara ini adalah dari pihak orang tua mempelai wanita.
    g. Kuda Lumping (Jaran Kepang) dari Temanggung
    Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu -tamu resmi atau biasanya diadakan pada waktu upacara
    h. Lengger dari Wonosobo
    Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada puncak tarian penari mencapai keadaan tidak sadar.
    i. Jatilan dari Magelang
    Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada puncaknya pemain dapat mencapai tak sadar.
    j. Tarian Jlantur dari Boyolali
    Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki. Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang. Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu merupakan tarian penyalur semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro.
    k. Ketek Ogleng dari Wonogiri
    Kesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas tali.


    3. Tari Garapan Baru (Kreasi Baru)

    Meskipun namanya 'baru' tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan unsur-unsur yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh :
    a. Tari Prawiroguno
    Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk melindungi diri.
    b. Tari Tepak-Tepak Putri
    Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam

    Patung


    Patung adalah benda tiga dimensi karya manusia yang diakui secara khusus sebagai suatu karya seni. Orang yang menciptakan patung disebutpematung. Tujuan penciptaan patung adalah untuk menghasilkan karya seni yang dapat bertahan selama mungkin. Karenanya, patung biasanya dibuat dengan menggunakan bahan yang tahan lama dan sering kali mahal, terutama dari perunggu dan batu seperti marmerkapur, dan granit. Kadang, walaupun sangat jarang, digunakan pula bahan berharga seperti emasperakjade, dan gading. Bahan yang lebih umum dan tidak terlalu mahal digunakan untuk tujuan yang lebih luar, termasuk kayukeramik, dan logam.
    Berkas:Michelangelos David.jpg
    Berkas:Durga Loro Jonggrang copy.jpg
    Dimasa lalu patung dijadikan sebagai berhala, simbol Tuhan atau Dewa yang disembah. Tapi seiring dengan makin rasionalnya cara berfikir manusia, maka patung tidak lagi dijadikan berhala melainkan hanya sebagai karya seni belaka. Fenomena pemberhalaan patung ini terjadi pada agama-agama atau kepercayaan-kepercayaan yang politheisme seperti terjadi di Arab sebelum munculnya agama samawi. Lihat juga arca. Mungkin juga dalam Hindukuno di India dan Nusantara, dalam agama Buddha di Asia, Konghucu, kepercayaan bangsa Mesir kuno dan bangsa Yunani kuno.

    TARI DAN MUSIK BETAWI


    Abstrak
    Akulturasi merupakan perubahan budaya yang ditandai dengan adanya hubungan antara dua kebudayaan, keduanya saling memberi dan menerima. Beberapa kesenian Betawi banyak dipengaruhi budaya Cina karena adanya interaksi budaya antara masyarakat setempat (Betawi) dengan bangsa Cina sebagai pendatang. Bahkan cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek. Demikian pula dengan kesenian Lenong, dimana gambang kromong banyak dipengaruhi unsur alat musik cina yang terdiri dari tehyan, kongahyan dan sukong, dan dipadun dengan alat musik yang berasal dari Betawi.
    Kata kunci, Akulturasi, tari Betawi, Musik Betawi
    A.    PENDAHULUAN
    Jakarta sebagai Ibu Kota Negara menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan juga dari manca negara. Unsur. seni budaya yang beranekaragam yang dibawa serta oleh para pendatang itu menjadikan wajah Jakarta semakin memukau,  yang memberikan keindahan Kota Jakarta. lbarat pintu gerbang yang megah  Jakarta telah menarik ribuan bahkan jutaan pengunjung dari luar dan kemudian bermukim sebagai penghuni tetap, sehingga telah banyak mempengaruhi budaya lokal yakni budaya betawi.
    Lebih dari empat abad lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir ke Jakarta tanpa henti-hentinya. Bahkan sampai saat inipun  semakin deras, sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah lainnya, di samping orang-orang Cina, Belanda, dan Arab, oleh sebab dan tujuan masing-masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi budayanya sendiri sementara bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk, adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis, pengaruh orang-orang Portugis yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga sambil menyebarkan kekuasaanya di Nusantara.
    Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing- masing kehilangan ciri-ciri budaya asalnya. Akhirnya semua unsur itu luluh lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi. Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri kebudayaanya yang makin lama semakin baik, sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri, tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu.
    B. Pembahasan
    1. Akulturasi Multi Etnik Pada Bentuk Tari Betawi

    Menurut Sumandiyo Hadi (2006:35) akulturasi dan inkulturasi merupakan dua hal yang berkaitan satu sama lain. Akulturasi sebagai perubahan budaya ditandai dengan adanya hubungan antara dua kebudayaan, keduanya saling memberi dan menerima atau shoter. Lebih lanjut Sumandiyo Hadi juga mengatakan the encounter between two cultures (pertemuan antara dua kebudayaan). Bee dalam Hadi (2006; 35) memberikan parameter pengertian akulturasi yaitu :
    (Pertama, akulturasi menunjuk kepada suatu jenis perubahan budaya yang terjadi apabila dua system budaya bertemu. Kedua, akulturasi menunjuk kepada suatu proses perubahan yang dibedakan dari proses difusi, inovasi, invensi maupun penemuan. Ketiga, akulturasi dipahami sebagai suatu konsep yang dapat digunakan sebagai kata sifat untuk menunjuk suatu kondisi, misalnya kondisi kelompok budaya yang satu lebih terakulturasi dari budaya lain).
    Dalam proses akulturasi, individu yang membawa berbagai unsure kebudayaan asing atau pelaksana akulturasi harus memahami prinsip kesamaan. Dan perlu dipahami juga bahwa dalam masyarakat individu yang tidak mudah menerima kebudayaan asing dan tidak sedikit pula yang “progresif” dan lekas menerima hal yang baru (Koentjaraningrat, 1980: 268-269). Ini dikarenakan adanya berbagai macam unsure asing yang kurang atau tidak menunjukan kegunaan fungsi yang sama (Hadi: 2006: 44). Menurut Kroeber dalam Hadi (2006; 39) suatu unsure kebudayaan asli tidak mudah dapat diganti begitu saja, tanpa terintegrasikan ke dalam prinsip budaya yang ada.
    a. Tari Betawi
    Sejak dulu orang Betawi tinggal di berbagai wilayah Jakarta. Ada yang tinggal di pesisir, di tengah kota dan pinggir kota. Perbedaan tempat tinggal menyebabkan perbedaan kebiasaan dan karakter. Selain itu interaksi dengan suku bangsa lain memberi ciri khas bagi orang Betawi. Tari yang diciptakanpun berbeda. Interaksi orang Betawi dengan bangsa Cina tercipta tari cokek, lenong, dan  gambang kromong.
    Tari Cokek
    Kata Cokek berasal dari bahasa Cina : Cio Kek, artinya penari dan penyanyi. Tari cokek diiringi musik gambang kromong. Dalam sejarah kesenian Betawi, Cokek merupakan salah satu hiburan unggulan. Selain luas penyebarannya juga dengan cepat banyak digemari masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran. Pada saat itu hampir setiap diselenggarakan pesta hiburan, baik perayaan jamuan perkawinan hingga pesta pengantin sunat, selalu menampikan Cokek sebagai hiburan untuk para tamu undangan. Selain itu pada perayaan pesta rakyat juga kerap kali menghadirkan para penari Cokek yang selalu mempertunjukan kepiawaiannya menari sambil menyanyi. Kelihatannya kurang lengkap jika penari cokek sekadar menari. Karenanya dalam perkembangan selain menari juga harus pintar olah vokal dengan suara merdu diiringi alunan musik Gambang Kromong.
    cokek15Dalam buku “Ikhtisar Kesenian Betawi” edisi Nopember 2003 terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, yang ditulis oleh H. Rachmat Ruchiyat, Drs. Singgih Wibisono dan Drs. H. Rachmat Syamsudin, tidak menyebutkan sejak kapan jenis tarian Cokek itu muncul ke permukaan. Tidak disebutkan pula secara jelas siapa tokoh atau pelaku pertama yang memperkenalkan tarian egal-egol sembari menggoyang-goyangkan pinggulnya yang “kenes”. Tentulah ada kegenitan lain yang dimunculkan oleh para penari tersebut untuk menarik lawan jenisnya, Ditambah kerlingan mata sang penari yang indah memikat para tamu lelaki untuk ikutan ngibing berpasangan di panggung atau pelataran rumah warga. Orang Betawi menyebut Tari Ngibing Cokek. Selama ngibing mereka disodori minuman tuak agar bersemangat. Mirip dengan Tari Tayub dari Jawa Tengah.
    cokek24Dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, tari Cokek pada zaman dahulu dibina dan dikembangkan oleh tuan-tuan tanah Cina yang kaya raya. Jauh sebelum Perang Dunia ke II meletus tari Cokek dan musik Gambang Kromong dimiliki cukong-cukong golongan Cina peranakan. Cukong-cukong peranakan Cina itulah yang membiayai kehidupan para seniman penari Cokek dan Gambang Kromong. Bahkan ada pula yang menyediakan perumahan untuk tempat tinggal khusus mereka. Di zaman merdeka seperti sekarang ini, tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan kesejahteraan mereka. Walaupun saat ini ditangani  kantor Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, namun cara pembinaannya masih belum maksimal. Sehingga kesenian Cokek sekarang sepertinya berada di ujung tanduk, hidup enggan mati pun tak mau. (Tjok Hendro) www.tamanismailmarzuki.com.
    Tari cokek merupakan tari pergaulan dan hiburan. Beberapa penari wanita memberikan selendang kepada tetamu. Pemberian selendang itu sebagai tanda bahwa tamu diajak menari. Penari dan tamu menari saling berhadapan dengan jarak sangat dekat tapi tidak bersentuhan. Penari lebih banyak bergerak di tempat atau maju mundur. Gerakan lain saling membelakangi. Selesai menari tamu yang diajak menari memberikan hadiah uang kepada penari. Dahulu penari cokek memakai busana celana panjang dan kebaya. Rambutnya ditata kepang dua. Kini penari cokek memakai kain batik, kebaya encim atau kebaya biasa dengan rambut terurai lepas.
    Lenong
    Lenong adalah kesenian tradisional Betawi. Lenong mulai berkembang akhir abad ke-19. Sebelumnya masyarakat mengenal komedi stambul dan teater bangsawan. Komedi stambul dan teater bangsawan dimainkan oleh bermacam suku bangsa dengan menggunakan bahasa Melayu. Orang Betawi meniru pertunjukan itu. Hasil pertunjukannya kemudian disebut Lenong.
    Hampir di semua wilayah Jakarta ada perkumpulan atau grup lenong. Bahkan banyak pula perkumpulan lenong di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Pertunjukan lenong biasanya untuk memeriahkan pesta. Dahulu lenong sering ngamen. Pertunjukan ngamen ini dilakukan bukan untuk memeriahkan pesta tetapi untuk memperoleh uang. Penonton yang menyaksikan pertunjukan akan diminta uang sukarela.
    Pertunjukan lenong diiringi oelh gambang kromong, maka gambang kromong disebut sebagai orkes pengiring. Gambang kromong banyak dipengaruhi oleh unsur alat musik Cina. Alat musik itu antara lain : tehyan, kongahyan dan sukong. Selebihnya alat musik kempor, ningnong dan kecrek. Kuatnya unsure cina ini, karena dahulu orkes gambang kromong dibina dan dikembangkan oleh masyarakat keturunan cina.
    2. Akulturasi Multi Etnik Pada Musik Betawi
    Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur pribumi dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental. Terbentulknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina.
    Sampai awal abad ke-20 lagu-lagu gambang kromong masih dalam bahasa Cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20, repertoar lagu gambang kromong diciptakan dalam bahasa Betawi. Dapat dikatakan gambang kromong merupakan pembauran yang harmonis. Dalam pergelarannya, gambang kromong selalu membawakan lagu berciri Cina dan Betawi. Ciri khas Cina sangat kental dalam lagu-lagu instrumental yang disebut lagu Phobin.
    Lagu-lagu phobin terdiri dari beberapa judul yang masih berbahasa Cina, seperti Ma Tsu Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa. Phe Boo Tan, Ban Liauw, dan lain-lain. Lagu Betawi  yang sangat terkenal misalnya: Cente Manis, Kramat karem, Sirih Kuning, Galatik Nguknguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudehel, Kicir-Kicir, jail-Jali dan lain-lain.
    Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi ciokek merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harum di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang kromong hanya dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendiri.
    Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.
    Musik Betawi lainnya yang banyak menyerap pengaruh Sunda adalah gamelan topeng. Disebut dernikian karena gamelan tersebut digunakan untuk mengiringi pagelaran teater rakyat yang kini dikenal dengan sebutan topeng Betawi.
    C. Kesimpulan
    Keberadaan Jurusan Pendidikan Seni tari di Ibu Kota Jakarta menjadikan materi tari betawi sebagai identitas muatan lokal yang harus dikaji secara mendalam dari sisi sejarah dan akulturasinya, sehingga peserta didik tidak hanya mempelajari repertoar bentuk tari akan tetapi memahami juga perkembangan tari betawi berdasarkan histories dan pengaruh-pengaruhnya.
    Kesenian Betawi merupakan muatan lokal dari pendidikan formal maupun non formal, untuk itu wajib dipelajari oleh siswa di tingkat dasar sampai menengah atas, demikian pula halnya dengan guru-guru kesenian di DKI Jakarta. Kesenian Betawi sering digunakan sebagai materi lomba antar sekolah, bahan apresiasi maupun pengembangan karya tari baru yang berpijak pada tari betawi.(Penulis adalah pengajar Iringan Tari pada Jurusan Seni Tari Fakultas Bahasa dan Seni – Universitas Negeri Jakarta).

    Seni dan Gaya Penulisan Kaligrafi


    Seni dan Gaya Penulisan KaligrafiCetak
    Penulisan kaligrafi merupakan salah satu bentuk keindahan Alquran yang disebut juga seni menulis indah . Kaligrafi diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim sejak kedatangan Islam. Dibandingkan seni Islam yang lain, kaligrafi memperoleh kedudukan yang paling tinggi dan merupakan ekspresi semangat Islam yang sangat khas. Oleh karena itu, kaligrafi sering disebut sebagai 'seninya seni Islam' (the art of Islamic).
    Meski karya kaligrafi identik dengan tulisan Arab, kata kaligrafi itu sendiri berasal dari bahasa Yunani (Kalios: indah dan graphia: tulisan). Sementara itu, bahasa Arab mengistilahkannya dengan khatt (tulisan atau garis) yang ditujukan pada tulisan yang indah (al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil).
    Akar kaligrafi Arab sebenarnya adalah tulisan hieroglif Mesir, yang kemudian terpecah menjadi "khatt Feniqi" (Fenisia), Arami (Aram), dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadits). Menurut al-Maqrizi, seorang ahli sejarah abad ke-4, tulisan kaligrafi Arab pertama kali dikembangkan oleh masyarakat Himyar (suku yang mendiami Semenanjung Arab bagian barat daya sekitar 115-525 SM). Musnad merupakan kaligrafi Arab kuno yang mula-mula berkembang dari sekian banyak jenis khatt yang dipakai oleh masyarakat Himyar. Dari tulisan tua Musnad yang berkembang di Yaman, lahirlah khatt Kufi.
    Sebagai seni tulis yang melahirkan karya artistik yang bermutu tinggi, kaligrafi memiliki aturan dan teknik khusus dalam pengerjaannya. Bukan hanya pada teknik penulisan, tetapi juga pada pemilihan warna, bahan tulisan, medium, hingga pena. Secara teknis kaligrafi juga sangat bergantung pada prinsip geometri dan aturan tentang keseimbangan. Aturan keseimbangan ini secara fundamental didukung oleh huruf alif dan titik yang menjadi penanda dan pembeda bagi beberapa huruf Arab. Meski dalam perkembangannya muncul ratusan gaya penulisan kaligrafi, tidak semua gaya tersebut bertahan hingga saat ini. Ada sembilan gaya penulisan kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi.

    Jenis Kaligrafi Kufi
    1. Kufi
    Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Gaya penulisan kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah, memiliki karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan sangat formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering dipadu dengan ornamen floral

    Gaya Kaligrafi Tsuluts
    2. Tsuluts
    Seperti halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan seorang menteri (wazii) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior.


    Gaya Kaligfari Naskhi
    3. Naskhi
    Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.


    Gaya Kaligfrafi Riq'ah
    4. Riq'ah 
    Kaligrafi gaya Riq'ah merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq'ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Usmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.



    Gaya Kaligrafi Raihani
    5. Ijazah (Raihani) 
    Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).


    Gaya Kaligrafi Diwani
    6. Diwani 
    Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu meninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku.

    Gaya Kaligrafi Diwani Jali
    7. Diwani Jal
    Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.

    Gaya Kaligrafi Farisis
    8. Farisi
    Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam 'takaran' yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni arabes.

    Gaya Kaligrafi Moalla
    9. Moalla
    Walaupun belum cukup terkenal, gaya kaligrafi Moalla merupakan gaya yang tidak standar, dan tidak masuk dalam buku panduan kaligrafi yang umum beredar. Meski tidak begitu terkenal, kaligrafi ini masih masuk dalam daftar jenis-jenis kaligrafi dalam wikipedia Arab, tergolong bagian kaligrafi jenis yang berkembang di Iran. Kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hamid Ajami, seorang kaligrafer kelahiran Teheran.