Seni Drama







Seni drama tradisional masyarakat Kutai disebut Mamanda. Istilah mamanda diduga berasal dari istilah pamanda atau paman. Kata tersebut dalam suatu lakon merupakan panggilan raja yang ditujukan kepada menteri, wajir atau mangkubuminya dengan sebutan pamanda menteri, pamanda wajir dan pamanda mangkubumi.


Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pementasan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri.


Seni drama tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan yang populer di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan nasional, pada acara perkawinan, khitanan dan sebagainya.


Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Mamanda dapat disejajarkan dengan seni Kethoprak dan Ludruk di Jawa. Jika jalan cerita yang disajikan dalam Mamanda adalah tentang sebuah kerajaan, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Kethoprak.


Namun jika yang dilakonkan adalah cerita rakyat biasa, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Ludruk. Dalam pementasannya, Mamanda selalu menggunakan dua jenis alat alat musik yakni Gendang dan Biola.


Kesenian ini sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata acara hiburan rakyat. Sedangkan melalui media televisi lokal, kesenian Mamanda ditampilkan seminggu sekali.